MANAJEMEN BERDASARKAN SASARAN
(MANAJEMEN by OBJECTIVES=MBO)
Istilah manajemen berdasarkan sasaran (MBO) dipopulerkan sebagai pendekatan pada perencanaan oleh Peter Drucker pada tahun 1964 dalam bukunya The Practice of Manajemen. Sejak itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset. Banyak program jenis MBO telah dikembangkan, termasuk manajemen berdasarkan hasil (manajemen by result), manajemen sasaran (goals manajemen), perencanaan dan peninjauan kembali pekerjaan (work planning and review), sasaran dan pengendalian (goals and controls), dan lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda program ini sama. Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin berkembang luas pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan pemerintahan.
MBO mengacu kepada seperangkat prosedur yang formal atau nonformal yang dimulai dengan penetapan sasaran dan dilanjutkan sampai peninjauan kembali hasil pelaksanaanya. Kunci MBO ialah bahwa MBO merupakan proses partisipasi atau peran serta, secara aktif melibatkan manajer dan anggota staf pada setiap organisasi. Dengan membuat struktur organisasi itu tetap berfungsi sebagaimana fungsi-fungsi dari perencanaan dan pengendalian tetap eksis pada organisasinya yang mengacu pada MBO. MBO dengan ini bisa membantu banyak rintangan yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
Titik permulaan MBO adalah filosofi yang sangat positif tentang manusia dan apa yang membuat mereka ingin bekerja. Menurut Douglas McGregor, ada dua perangkat asumsi tentang bagimana manusia didorong untuk bekerja. Dalam pandangan tradisional, manusia menganggap bekerja hanya perlu agar tetap bertahan hidup dan mereka tidak memikirkan untuk berkembang dalam melakukan pekerjaannya. Menurut pandangan ini yang dikenal dengan teori X, para manajer harus tegas dan otoriter, karena bila tidak para bawahan tidak akan mengalami perkembangan dalam pekerjaannya atau bahkan perusahaan tersebut mengalami kemunduran, dengan ini juga membawa keburukan pada hasil produksi yang mereka kerjakan oleh para karyawannya. Sedikit sekali perusahaan yang berhasil tanpa manajer yang tegas dan otoriter, bahkan tidak ada sama sekali.
Sebaliknya para penyokong MBO tampaknya berpegang pada sikap yang jauh lebih optimis terhadap sifat-sifat manusia, yang dikenal dengan teori Y, manusia ingin dan berhasrat untuk bekerja, memperoleh banyak kepuasan dari pekerjaan dalam keadaan yang tepat, dan juga dapat melakukan pekerjaan dengan baik. MBO bermaksud untuk mengambil keuntungan dari keinginan dan kemampuan untuk bekerja dengan cara menunjukkan kepada para manajer bagaimana menyediakan suatu iklim yang akan menghasilkan yang terbaik bagi semua anggota staf dan memberi kesempatan untuk pengembangan diri dan juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk bisa lebih baik lagi dari sebelumnya atau mungkin dari para bawahan (staf dan lain-lainnya) ada juga yang diangkat menjadi lebih baik dari pekerjaan sebelumnya, misalnya diangkat menjadi staf, sekretaris bahkan menjadi manajer perusahaan itu, dengan syarat menenunjukkan kedisiplinan yang tinggi dan juga pada bidang pekerjaan yang mereka lakukan, dengan mengikuti seleksi yang cukup ketat dengan para bawahan yang lainnya pada perusahaan itu.
Manajemen Berdasarkan Sasaran, Apakah Itu?
Intisari dari sistem MBO terletak pada penetapan sasaran umum oleh para manajer dan bawahannya yang bekerja sama-sama. Setiap bidang tanggung jawab utama seseorang ditetapkan dengan jelas dipandang dari segi hasil-hasil yang diharapkan yang dapat diukur (tujuan dan objektifnya). Tujuan ini digunakan oleh para bawahan dalam merencanakan pekerjaan mereka serta oleh para bawahan dan atasan mereka untuk memonitor kemajuan. Penilaian atas unjuk kerja (performance apprasial) dilakukan bersama-sama atas dasar kesinambungan, dengan ketentuan untuk peninjauan kembali secara berkala dan teratur.
Dalam bukunya The Practice of Management, Drucker memperbandingkan manajement by objectives dengan management by drives (manajemen berdasarkan dorongan). Ia menggunakan istilah yang kedua untuk melukiskan tanggapan atau respon organisasi terhadap tekanan keuangan atau pasar yang baru dengan “dorongan penghematan” (economy drive) atau “dorongan produksi” (production drive). Dalam praktek, hal ini menghasilkan sutau perbaikan yang hanya bersifat sementara. Biasanya manajemen hanya menghasilkan ketidak-efisienan yang lebih besar dan ketidak-puasan yang lebih banyak atau lebih baik.
Sebaliknya, dalam MBO, perencanaan efektif tergantung sampai sejauh mana manajer menetapkan dengan jelas tujuan yang berlaku secara khusus bagi fungsinya di dalam perusahaan. Tujuan setiap manajer juga harus memberikan sumbangan pada tujuan dari pimpinan yang lebih tinggi dan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Penentuan tujuan ini memberikan fokus yang tajam bagi semua kegiatan manajerial.
Bagaimana tujuan ini dicapai merupakan hal yang sangat penting. Seperti dijelaskan oleh Drucker, para manajer harus menetapkan tujuan-tujuan mereka sendiri, atau setidak-tidaknya, aktif terlibat dalam proses penetapan tujuan. Penetapan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu kepada para manajer menghadapi resiko yang sangat nyata, yaitu mereka mungkin akan menolak untuk bekerja sama atau hanya berusaha dengan setengah hati untuk melaksanakan tujuan-tujuan orang lain.
Di samping itu, Drucker menyarankan agar para manajer pada setiap tingkatan hrus berperan serta dalam menetapkan tujuan yang lebih luas dari perusahaan dan bagaimana tujuan khusus berkaitan dengan gambaran secara keseluruhan.
Bagi Drucker, hubungan antara tujuan-tujuan individu dengan sasaran umum adalah sangat penting. Tujuan utama dari pelaksaan MBO untuk mencapai pelak sanaan yang efektif dari keseluruhan organisasi melalui pelaksanaan yang efisien dan integrasi bagian-bagiannya.
Sebaliknya, Douglas McGregor, lebih menginginkan MBO karena bernilai sebagai suatu sistem perencanaan dan sistem penilaian hasil pelaksaan. Ia menyarankan agar para manajer secara individu, setelah mempunyai kata sepakat mengenai tanggung jawab dari pekerjaan pokok mereka dengan atasan alangsung mereka, menetapkan tujuan hasil pelaksanaan mereka sendiri untuk jangka waktu yang pendek, misalnya enam bulan. Jadi, mereka juga bertanggung jawab untuk membuat rencana khusus untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Pada akhir dari jangka waktu itu, setiap manajer mengadakan penilaian sendiri yang kemudian dibahas dengan atasan, dan kemudian mentapkan tujan-tujuan baru untuk jangka waktu berikutnya. Dengan cara demikian kergu-raguan dan ketegangan yang sering menyertai jenis-jenis lain dari program penilaian dapat dikurangi.
MBO dalam paraktek. Hampir 30 tahun telah lewat sejak Drucker memperkenalkan konsep MBO. Pada tahun-tahun terkhir banyak penulis manajemen telah memperluas gagasan ini berdasarkan tema dari Drucker. Tetapi apakah MBO telah menjadi pendekatan yang mantap bagi perusahaan Amerika?
MBO disoroti dalam majalah profesional yang meniulis bahwa dalam suatu survey nasional yang dilakukan oleh empat perusahaan konsultan, MBO adalah salah satu dari 13 teknik manajemen yang digunakan dalam industri, misalnya elektronic data processing, sistem informasi manajemen (management information systems), pengembangan organisasi (organizational develoipment), dan pembiayaan langsung (direct costing).
Suatu penelitian pada tahun 1974 menemukan bahwa walaupun separuh dari perusahaan-perusahaan besar menggunakan salah satu bentuk dari MBO, tetapi kurang dari sepuluh persen mersakan bahwa mereka memperoleh penerapan yang sangat berhasil. Penelitian itu menemukan bahwa walaupun baanyak perusahaan yang menggunakan program MBO berhasil, tetapi lebih banyak lagi yang salah mengerti tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh MBO atau bagaimana MBO itu seharusnya diterapkan.
Dalam suatu studi berikutnya, 41% dari rumah sakit yang diteliti menggunakan MBO dan 33% lagi sedang merencanakan untuk mulai menggunakan MBO dalam waktu dekat. Bagian terbesar dari responden melaporkan bahwa MBO telah meningkatkan hasil pelaksanaan dalam bidang-bidang seperti perencanaan, pengkoordinasian, pengendalian dan komunikasi.
Sistem MBO Formal
Program MBO bisa sangat berbeda-beda. Beberapa program dirancang untuk digunakan pada suatu subunit, sedangkan yang lainnya digunakan untuk organisasi secara keseluruhan. Metode dan pendekatan tertentu yang digunakan oleh para manajer dalam suatu program MBO akan berbeda-beda. Juga mungkin ada perbedaan-perbedaan yang besar dalam penekanan. Misalnya, di Inggris, MBO dikenal terutama sebagai sistem untuk perencanaan perseroan atau pengembangan strategi. Penekanan terletak pada efisiensi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Di Amerika Serikat, motivasi individu lebih sering menjadi pusat perhatian. Para manajer lebih memusatkan pada kebutuhan manusia dan pada peran serta bawahan yang semakin meningkat dalam penetapan sasaran, daripada memusatkan pada strategi. Namun demikian, dalam hampir semua sistem MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:
Ø Kesepakatan pada Program.
Pada setiap tingkat organisasi, keterikatan para manajer pada pencapaian tujuan pribadi dan organisasi serta pada proses MBO diperlukan agar program itu efektif. Banyak waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan suatu program MBO yang berhasil. Para manajer harus mengadakan pertemuan dengan para bawahan, pertama untuk menetapkan tujuan-tujuan dan kemudian untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju tujuan tersebut. Tidak ada jalan pintas yang mudah. Bila sasaran telah ditetapkan tetapi tidak dikaji kembali secara berkala, tujuan itu tidak mungkin akan tercapai. bila kemajuan bawahan dikaji kembali dengan cara penilaian yang berlebihan, hal ini akan mengandung kebencian, dan kegunaannya akan berkurang. Para bawahan yang bekerja juga merasa dirinya diperlakukan seenaknya (di awasi terus-menerus) saja oleh para penilai atau pengawas pekerja. Hal ini akan mendorong terjadinya protes dari para pegawai bawahan.
Ø Penetapan Sasaran Tingkat Puncak.
Program perencanaan yang efektif biasanya dimulai dengan para manajer puncak yang menetapkan sasaran pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi yang lain. Sasaran harus dinyatakan dengan istilah yang khusus dan dapat diukur, misalnya peningkatan lima persen dalam penjualan kuartal yang akan datang, tidak ada peningkatan dalam biaya-biaya eksploitasi pada tahun ini, dan sebagainya. Dengan cara demikian, para manajer dan bawahan akan mempunyai pengertian yang lebih jelas tentang apa yang diharapkan oleh pimpinan puncak untuk dicapai, dan mereka dapat melihat bagaimana pekerjaan mereka itu berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran organisasi.
Ø Sasaran Individual.
Dalam progaram MBO yang efektif, setiap manajer dan bawahan telah menetapkan dengan jelas tanggung jawab pekerjaan dan tujuan-tujuannya, misalnya manajer subunit A akan bertanggung jawab atas peningkatan penjualan 15% dalam jangka waktu dua bulan. Maksud dari penetapan tujuan dengan menggunakan istilah-istilah pada setiap tingkatan ialah untuk membantu para pegawai agar mengerti dengan jelas apa yang diharapkan untuk dicapai. Hal ini membantu setiap rencana individual secara efektif untuk mencapai sasaran yang ditargetkan.
Sasaran untuk setiap individu harus ditetapkan dengan konsultasi antara individu itu dengan atasannya. dalam konsultasi bersama itu, para bawahan membantu para manajer mengembangkan tujuan yang realitas karena mereka mengetahui dengan baik apa yang mampu mereka capai. Para manajer membantu para bawahannya untuk meningkatkan pandangan mereka terhadap tujuan yang lebih tinggi dengan menunjukkan keinginan untuk membantu mereka dalam mengatasi rintangan serta kepercayaan pada kemampuan para bawahan.
Ø Peranserta (Participation).
Derajat peranserta bawahan dalam menetapkan tujuan sangat berbeda-beda. Pada satu ekstrim, seorang bawahan mungkin berperanserta hanya dengan ikut hadir ketika pimpinan sedang menentukan tujuan. Pada ekstrim lainnya, para bawahan mungkin sama sekali bebas untuk menetapkan tujuan mereka dan metode untuk mencapai tujuan itu. Kedua ekstrim ini tidak ada yang efektif. Para manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa mengetahui sepenuhnya tentang kendala di mana bawahan mereka harus bekerja. Para bawahan kemungkinan memilih tujuan yang tidak sejalan dengan sasaran organisasi. Sebagai kebiasaan, semakin besar peranserta para manajer dan bawahan dalam penetapan sasaran, semakin baik kemungkinannya sasaran itu akan tercapai.
Ø Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana.
Begitu sasaran telah ditetapkan dan disetujui, individu itu mempunyai kebijakan yang luas untuk memilih sarana-sarana guna pencapaian tujuan tersebut. Dalam kendala yang normal dari kebijakan organisasi, para manajer harus bebas mengembangkan dan melaksanakan program-program untuk mencapai sasaran tanpa penafsiran kembali oleh atasan langsung mereka. Dari berbagai aspek yang mereka plih dengan bebas dalam menentukan sarana dan kebijakan yang diberikan oeh perusahaan atau oraganisasi, maka para pegawai bawahan merasa diuntungkan dengan program MBO atau otonomi dalam pelaksanaan rencana. Perlu digaris bawahi, bahwa para pegawai juga tidak bisa semaunya sendiri dalam menentukan kebijakannya, juga harus menyangkut pada peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Dan aspek dari program MBO tersebut, sangat dihargai oleh para manajer dan juga para pegawai bawahan.
Ø Pengkaajian Kembali Untuk Kerja.
Para manajer dan bawahan secara berkala mengadakan pertemuan untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju sasaran. Selama pengkajian kembali, mereka memutuskan masalah-masalah yang ada, dan apa yang dapat mereka lakukan masing-masing untuk memecahkannya. Bila perlu tujuan-tujuan itu dapat dimodifikasi untuk periode peninjauan kembali yang akan datang.
Agar adil dan berguna, pengkajian kembali harus didasarkan atas hasil unjuk kerja yang dapat diukur, bukan atas kriteria yang subjektif, seperti sikap dan kemampuan. Misalnya, daripada berusaha untuk menilai bagaimana giatnya seorang wiraniaga di lapangan, seorang manajer seharusnya menekankan pada angka-angka hasil penjualan nyata yang dicapai dan sebagai pengetahuan terinci mengenai pelanggannya.
Proses MBO
Walaupun penekanan dan metodenya sangat berbeda-beda, tetapi hampir semua program MBO yang efektif meliputi unsur-unsur, sebagai berikut:
a. kesepakatan terhadap pendekatan pada semua tingkat organisasi.
b. penetapan sasaran dan perencanaan yang efektif oleh pimpinan puncak.
c. penetapan sasaran-sasaran individual yang berkaitan dengan sasaran organisasi oleh para manajer dan bawahan.
d. otonomi yang luas dalam pengembangan dan pemilihan sarana untuk mencapai tujuan.
e. Tinjauan teratur atas unjuk kerja (performance) dalam hubungannya dengan tujuan.
Evaluasi MBO
Apakak konsep MBO benar-benar berjalan? Stephen J. Carroll dan Henry L. Tosi mengkaji kembali riset pada tiga konsep kunci. Penetapan khusus, umpan balik pada unjuk kerja, dan peranserta, untuk menentukan apakah optimisme tentang MBO dapat dibenarkan. Evaluasi itu meliputi:
Ø Penetapan Sasaran (Goal Setting)
Bukti dengan jelas menunjukkan bahwa bila tiba penetapan sasaran, keberhasilan yang satu menyebabkan keberhasilan yang lebih mudah pada yang lainnya juga. Para individu yang menentukan sasaran mereka sendiri cenderung menuju peningkatan dari hasil unjuk kerja yang lampau. Bila mereka telah mencapai peningkatan ini, mereka kemudian menetapkan lagi sasaran yang lebih tinggi. Tetapi, bila mereka gagal mencapai target mereka, mereka cenderung untuk menetapkan tingkat yang lebih konservatif untuk periode berikutnya.
Riset ini juga memberi kesan bila para pegawai diberi sasaran tertentu, mereka akan mencapai hasil pelaksanaan yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya diminta untuk berbuat sebaik-baiknya. Tetapi bila pegawai merasakan bahwa sasaran itu cenderung tidak mungkin tercapai, maka hasil unjuk kerjanya kemungkinan akan menurun.
Walaupun hampir semua riset yang dikaji kembali oleh Carroll dan Tosi tidak dilakukan dalam organisasi yang mempunyai program MBO yang mantap, tetapi riset itu menunjukkan bahwa MBO akan meningkatkan unjuk kerja, bila sasarannya realistis dan diterima oleh para pegawai yang terlibat. Namun demikian, derajat peningkatan yang sebenarnya tergantung pada banyak faktor, seperti pengalaman masa lampau para pegawai secara individu dengan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian sasaran dan sesulit manakah sasaran-sasaran itu sebenarnya.
Ø Umpan-balik tentang Unjuk Kerja (Feedback on Performance)
Juga terdapat bukti yang jelas bahwa pemberian umpan-balik tentang hasil unjuk kerja (prestasi atau performance) kepada pera pegawai biasanya menyeabkan unjuk kerja/prestasi yang lebih baik. Di samping itu, proses pengkajian kembali secara berkala ternyata mempunyai akibat yang positif pada sikap para pegawai, menciptakan rasa persahabatan, kepercayaan pada pemimpin, dan kemauan menerima kritik yang lebih toleran.
Beberapa makalah memperlihatkan hubungan antara kualitas umpan-balik dengan derajat peningkatan, yaitu makin spesifik dan tepatnya waktu umpan-balik, makin positif akibatnya. Cara umpan-balik itu diberikan juga mempengaruhi performance. Umpan balik itu harus diberikan dengan cara yang bijaksana, terutama bila umpan-balik itu membawa kegagalan dalam mencapai tujuan. Bila tidak maka akan timbul kebencian dan prestasi yang minim.
Ø Peranserta
Hampir semua studi riset tentang peranserta menunjukkan bahwa bawahan yang berperanserta dalam penetapan sasaran mereka sendiri, nampaknya menunjukkan tingkat prestasi/unjuk kerja yang lebih tinggi daripada mereka yang mempunyai sasaran yang telah ditetapkan untuk mereka. Dalam studi yang terkenal yang dilakukan General Electric, bawahan yang mempunyai lebih banyak pengaruh dalam penentuan sasaran menunjukkan sikap yang lebih menyenangkan dan tingkat prestasi yang lebih tinggi. Sebaliknya bawahan yang mempunyai sedikit pengaruh, menunjukkan perilaku yang bersifat defensif, dan dalam beberapa hal, tingkat prestsi yang lebih rendah.
Riset tersebut menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua cara di mana peranserta dalam menetapkan sasaran dapat menyebabkan prestasi yang lebih tinggi. Pertama, peranserta dapat menyebabkan kemungkinan yang lebih besar bahwa sasaran akan diterima, dan sasaran yang telah diterima akan lebih mungkin untuk dicapai. Kedua, peranserta dapat membawa pada penetapan sasaran yang lebih tinggi, dan sasaran yang lebih tinggi membawa hasil prestasi yang lebih tinggi.
Carroll dan Tosi juga menyimpulkan bahwa, di samping dampaknya pada prestasi, proses peranserta akan membawa pada komunikasi dan pengertian yang lebih baik antara manajer dengan bawahan.
Masalah dalam mengevaluasi program MBO
Alasan utama tentang kurangnya studi mengenai program MBO secara keseluruhan ialah kesulitan untuk melakukan riset seperti itu. Agar lebih bermanfaat, suatu studi harus dilaksanakan sebagai eksperimen lapangan yang terkendali di mana dapat dibandingkan antara prestasi kelompok-kelompok yang sama, yang hanya berbeda dalam hal sejumlah terbatas pada faktor variabel saja. Tidak umum bagi seorang untuk memberi izin pada orang luar untuk melakukan bentuk eksperimen dalam organisasinya, atau mempunyai waktu dan kesabaran untuk berperanserta dalam melakukan eksperimen tersebut. Bahkan bila dukungan seperti itu diperoleh, masih akan tetap sulit untuk mengendalikan faktor variabel yang sangat penting yang dapat mempengaruhi eksperimen tersebut. Karena waktu yang lama mungkin harus dilalui sebelum dapat terlihat perbaikan-perbaikan sebagai hasil dari pelaksanaan program MBO, maka masalah tentang pengendalian variabel-variabel penting menjadi semakin sulit dan kemungkinan bahwa perubahan dan kejadian lain yang akan mempengaruhi hasilnya akan semakin meningkat.
Kekuatan dari MBO
Dalam suatu penelitian tentang para manajer, Tosi dan Carroll mencatat keuntungan-keuntungan utama dari program MBO antara lain:
1. program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
2. program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan sasaran dan waktu yang ditargetkan.
3. program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan
4. program MBO membuat para manajer lebih menyadari tentang sasaran organisasi
5. progaram MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan pada suatu pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk mengetahui sebaik mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan sasaran organisasi
Dari penelitian ini serta analisis lainnya, tampak jelas bahwa MBO mempunyai keuntungan bagi para individu dan organisasi. Bagi individu mungkin keuntungan utamanya ialah meningkatnya rasa keterlibatan dan pengertian tentang sasaran organisasi. Ini memungkinkan usaha dipusatkan di mana usaha itu sangat diperlukan dan sangat mungkin untuk diberikan penghargaan. Di samping itu tiap individu mengetahi bahwa mereka akan dinilai, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau prasangka atasan, tetapi berdasarkan sebaik mana mereka mencapai sasaran yang mereka sendiri telah membantu menetapkannya. Sebagai akibatnya, individu-individu dalam suatu proses MBO lebih besar kemungkinannya untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan penuh kemauan dan keberhasilan.
Semua keuntungan individu ini setidak-tidaknya secara tidak langsung akan memberikan keuntungan kepada perusahaan atau organisasi. Di samping itu ada keuntungan pada suatu program MBO yang dilaksanakan dengan berhasil yang berlaku langsung pada organisasi. Karena karena semua tingkat dalam organisasi membantu dalam penetapan tujuan, maka sasaran dan tujuan oraganisasi menjadi lebih realistis. Juga komunikasi yang bertambah baik sebagai akibat adanya MBO, dapat membantu organisasi untuk mencapai sasarannya dengan lebih baik. Artinya, seluruh organisasi mempunyai rasa kesatuan yang meningkat. Dan para pegawai bawahan lebih menyadari apa yang diharapkan oleh pimpinan puncak dan pada gilirannya aka membantu dalam penetapan tujuan yang dapat dicapai.
Kelemahan-kelemahan MBO
MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan kenaikan pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian kembali mungkin dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat dikuantifikasikan atau diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya jumlah penjualan total di daerah bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin menurun walaupun bawahan telah berusaha dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari para pesaing yang tidak diperkirakan sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO dalam perilaku para manajer mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah dari menilai para bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan oleh para manajer.
Hampir semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang dihadapi oleh para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO maupun tidak. Namun demikian, ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang mempunyai program MBO formal. Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat (inherent) dalam proses MBO. Ini membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat serta pekerjaan tulis-menulis yang biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang secara teoritis tidak perlu, tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-program MBO yang dilaksanakan dengan tepat.
Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila program itu tidak berhasil, yaitu:
- Gaya dan dukungan pimpinan
bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan keputusan yang terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius sebelum dapat melaksanakan program MBO.
- Adaptasi dan perubahan
MBO mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola wewenang dan prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung perubahan-perubahan ini. Mereka yang berperan serta hanya karena terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan dengan mudah menyebabkan kegagalan program tersebut.
- Kecakapan hubungan antarpribadi (interpersonal skill)
penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan tingkat kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak mempunyai pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini. Pendidikan dalam pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan.
- Uraian tugas (job description)
penggunaan daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan menghabiskan waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena keadaan dalam organisasi berubah. Hal ini terutama penting selama taraf pelaksanaan, bila dampak dari sistem MBO sendiri dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap tingkat.
- Penetapan dan pengkoordinasian tujuan
penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber kekacauan bagi para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat diukur, dalam menemukan jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak mungkin dalam melukiskan tujuan secara jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan individu.
- Pengendalian terhadap metode pencapaian sasaran
frustasi yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai sasaran tergantung kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi. Misalnya, manajer bagian produksi tidak diharapkan akan mencapai sasaran merakit 100 unit per hari bila bagiannya diberi suku cadang hanya untuk 90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan diperlukan untuk menyelesaikan persoalan macam ini.
- Konflik antara kreativitas dan MBO
Mengutamakan prestasi, peningkatan dan kepuasan pada pencapaian sasaran mungkin tidak akan produktif bila cenderung menghambat inovasi. Bila para manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang baru dan mungkin mengandung risiko karena tenaga mereka dicurahkan pada tujuan-tujuan MBO tertentu, beberapa kesempatan mungkin akan hilang. Untuk menghindari bahaya ini, Odiorne mengusulkan agar kesepakatan terhadap inovasi dan perubahan harus merupakan bagian dari proses penetapan sasaran.
Agar MBO Efektif
MBO jangan diharap sebagai obat mujarab untuk perencanaan organisasi, motivasi, evaluasi, dan kebutuhan pengendalian. Juga, tentu saja ini bukan merupakan proses sederhana yang dapat dengan cepat dan mudah dilaksanakan. Namun, demikian, banyak organisasi yang menggunakan bentuk tertentu dari MBO. Kesadaran mulai tumbuh tentang keuntungan mempunyai mekanisme untuk penetapan dan evaluasi sasaran manajemen, serta untuk pengintegrasian sasaran pribadi dengan sasaran organisasi.
Karena banyak di antara kita menjumpai jenis dari progaram penetapan sasaran formal, maka kita harus mengkaji kembali beberapa dari unsur-unsur yang diperlukan untuk keefektifan MBO. Ini dapat dilihat sebagai langkah penting yang diperlukan dari manajer tingkat tertinggi yang terlibat dalam program tersebut.
Agar MBO efektif dalam suatu organisasi, ada beberapa hal yang harus di perhatikan, antara lain:
a. Tunjukkan kesepakatan yang berkesinambungan dari pimipinan tingkat tinggi.
Penerimaan pertama dan antusiasme dari para pegawai untuk program MBO dapat hilang dengan cepat kecuali jika pimpinan tertinggi melakukan usaha bersama untuk mempertahankan agar sistem itu tetap hidup dan berfungsi dengan sepenuhnya. Para manajer yang menemukan kesulitan untuk menetapkan dan menkaji ulang tujuan-tujuan, mungkin akan kembali pada pendekatan-pendekatan yang lebih tradisional dan otoriter. Para pimpinan puncak harus menyadari kecenderungan ini tetap menjadi bagian penting dari prosedur pelaksanaan organisasi.
b. Didik dan latih para manajer.
Agar MBO berhasil para manajer harus memahami MBO tersebut dan mempunyai kecakapan yang memadai. Mereka harus dididik mengenai prosedur dan keuntungan dari sistem itu dan kecakapan yang diperlukan, dan harus dibantu untuk mengerti tentang manafaat yang diberikan oleh MBO kepada organisasi dan pada karir mereka sendiri. Bila para manajer tetap mempunyai rasa enggan, maka program MBO tidak akan berhasil.
c. Rumuskan tujuan-tujuan dengan jelas.
Para manajer dan bawahan harus merasa puas bahwa itu realistis dan dimengerti dengan jelas, dan bahwa tujuan-tujuan tersebut akan digunakan untuk mengevaluasi prestasi. Mungkin perlu untuk melatih para manajer dalam kecakapan untuk menyusun sasaran yang berguna dan dapat diukur serta menyampaikannya secara efektif.
d. Laksanakan umpan-balik secara efektif.
Suatu sistem MBO tergantung pada para peserta yang mengetahui di mana mereka berdiri dalam hubungannya dengan tujuan mereka. Penetapan tujuan bukan merupakan perangsang yang memadai. Tinjauan terhadap prestasi yang teratur dan umpan-balik dari hasil-hasil juga diperlukan.
e. Anjurkan adanya peranserta.
Para manajer harus menyadari bahwa peranserta oleh para bawahan dalam penetapan sasaran bersama dapat mengandung suatu pengalokasian kembali kekuasaan. Para manajer harus mau melepaskan pengendalian langsung tertentu atas bawahannya dan mendorong bawahanya itu untuk mengambil peranan lebih aktif dalam penetapan dan pencapaian tujuan mereka sendiri. Beberapa manajer merasa tidak senang dengan hilangnya kekuasaan ini, tetapi program MBO akan menjadi efektif bila mereka melepaskan pengendalian tertentu.
Beberapa Spekulasi Tentang Keberhasilan dan Kegagalan MBO
Sampai pada titik ini, kita telah mencoba untuk membatasi pengamatan dan kesimpulan kita tentang MBO pada pernyataan yang didasarkan pada riset dan pandangan dari para manajer yang berpengalaman. Sekarang kita akan “pergi melampui data” dan membuat spekulasi tentang faktor-faktor penting dalam keberhasilan MBO.
Dalam jangka panjang, kunci bagi program MBO yang efektif mungkin terletak pada asumsi, keyakinan dan sikap para manajer dan bawahan. Teknik-teknik MBO akan berjalan dengan bila para manajer memegang teori Y dan tindakan-tindakan serta sikap bawahan sesuai dengan asumsi itu. Manajer teori Y dan bawahan merupakan kombinasi yang ideal dari MBO.
Asumsi Manajer Tentang Para Bawahan
Teori X Teori Y
(4) Keberhasilan/kegagalan tergantung kepada sikap yang mengubah? | (1) Kemungkinan besar gagal! |
(3) Kemungkinan besar gagal! | (2) Kemungkinan/kegagalan tergantung kepada siapa yang mengubah? |
Namun demikian, seperti di tunjukkan dalam gambar atau bagan, kombinasi lainnya dari para manajer dan bawahan akan muncul. Bila para manajer menerima dan para bawahan cocok dengan asumsi teori X, penerapan MBO yang berhasil sangat tidak mungkin. Para manajer mungkin mencoba mengunakan teknik-teknik itu, tetapi keyakinan mereka bahwa teknik-teknik itu tidak akan berjalan dan tidak akan didukung oleh ketidakpuasan para bawahan pada prosedur baru tersebut.
Dalam dua kotak lainnya dari gambar atau bagan tersebut, suatu hasil mungkin akan tergantung kepada siapa yang melakukan perubahan. Prosedur-prsedur MBO dan pandangan positif manajer tentang bawahan yang diungkapkan pada kotak No. 2 mungkin membantu teori Y para bawahan berkembang sampai pada titik di mana mereka cocok dengan asumsi teori tersebut. Dalam hal demikian, program MBO mungkin mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk berhasil atau bahkan dengan asumsi dari teori-teori tersebut. Dalam situasi yang dituliskan pada kotak No. 4, keberhsilan dapat timbul bila manajer dengan sungguh-sungguh menerapkan teknik-teknik MBO, walaupun ia yakin bahwa teknik-teknik itu tidak akan berjalan. Reaksi positif dari para bawahan mungkin menyebabkan manajer mengevaluasi kembali beberapa asumsi dasar